TKW oh TKW

         Di desa ku tercinta, dimana aku sekarang tinggal. Sebagian para wanita dari yang barusan lulus SMP s/d ibu-ibu rumah tangga semua berlomba-lomba meninggalkan tanah air tercinta dan desa tercinta. 

         Tak sedikit yang meninggalkan pilu. Tak sedikit pula yang masalah yang dibawa pulang ke tanah kelahiran kembali. Mulai dari gaji tidak dibayar penuh, melarikan diri dari majikan, gaji untuk bersenang-senang, sampai ada yang ketipu di negeri orang. Yang sangat tragis ketika pulang ke desa (rumah) melihat suami telah bersanding dengan wanita lain, sementara istri keduanya dihidupi dari hasil kerja keras istri pertama yang semula tidak mengetahui telah dipoligami. Data dari pengamatan selama dua tahun aku menetap disini terdapat 7 lelaki yang berpoligami. Ada pula yang menjadi kurban malah suami di desa. Naudzubillah, ketika itu tetangga sebelah selatan rumah begitu gembira mendengar bulan depan istrinya mau pulkam. Eh tak tahunya sampai di rumah melihat si istri telah mendapati bersama laki-laki lain, dan katanya telah menikah.....

          Semua permasalahan diatas bermuara kepada anak-anak. Anak mereka yang seharusnya mendapat kasih sayang malah mendapatkan kemurkaan tiap hari. Percekcokan kedua orang tua membuat si anak menjadi kurang percaya diri. Bahkan ada anak yang sudah kelas III SD belum bisa membaca dengan lancar, malas sekolah lagi. Siapa yang kiranya patut dipersalahkan???

         Walaupun sekolah keluar negeri (orang bilang sekolah untuk menyamarkan bekerja menjadi TKW) membawa banyak penderitaan, namun semangat para wanita di desaku tak kunjung padam. Tak ada pilihan lain untuk menambah ekonomi keluarga selain keluar negeri. Bagitu mudah para wanita melanjutkan sekolah ke luar negeri. Mbak Yah bilang yang penting ada kemauan dari kita semua pasti ada jalan. Begitulah sekelumit problematika para TKW  di desaku tercinta.